Sejak pemerintah memberlakukan Ujian Nasional (UN), pro dan kontra selalu terjadi setiap tahunnya, baik dari para siswa dan orang tua hingga aktivis pendidikan. Tidak terkecuali di Karawang, warga ada yang mendukung dan tidak mendukung terhadap pelaksanaannya. Alasannya pun beragam. Diantaranya berkisar pada siapa sebenarnya yang berkompeten meluluskan peserta didik, fasilitas pendidikan, hingga masa depan pendidikan di negeri ini. Pro dan kontra ini menggambarkan bahwa warga kritis melihat persoalan yang ada khususnya di dunia pendidikan.
Pada UN tahun ajaran ini Depdiknas akan menerapkan ketentuan baru tentang pelaksanaan UN. Ketentuan baru itu adalah UN hanya dilaksanakan satu kali (tidak ada UN ulangan) dan kriteria kelulusan nilai harus lebih dari 4,25 dengan rata-rata nilai UN secara keseluruhan lebih dari 4,50. Bagi siswa yang tidak dapat memenuhi kriteria tersebut harus mengulang kembali tahun depan. Kebijakan baru Depdiknas tentang UN ini menuai protes dari sejumlah kalangan pendidik dan para birokrat pendidikan di daerah. Tak urung Kepala Dinas Pendidikan Riau kemungkinan akan menolak kebijakan baru UN tersebut dengan alasan banyak merugikan siswa. Di Riau tahun lalu ada 22 sekolah yang kelulusannya nol persen (Kompas, 22/10/2005).
Pendidikan yang seharusnya ditujukan untuk kepentingan anak didik, pada praktiknya disinyalir hanya menjadi proyek bagi penyelenggaranya. Akibatnya pembangunan manusia tidak berjalan sesuai dengan harapan bersama.
Sabtu, 29 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar